Novel'Q

by - 9:10:00 AM


Cinta di tengah Badai
Season 1
Part 1
M
atahari sudah condong ke atas ketika seorang gadis semampai mengayunkan kedua pedang. Keringat yang tampak bercucuran tidak dihiraukannya sedikitpun. Dia sangat berkonsentrasi sekali terhadap orang di depannya yang juga memegang dua pedang. Nafas mereka terdengar tidak teratur.
Lelaki dihadapannya mendekat sambil mengayunkan pedang. Dengan sigap gadis itu menangkis. Sebelah tangan kirinya yang juga memegang pedang bersembunyi di belakang. Permainan pedang pun kembali terjadi. Kali ini gadis cantik itu hanya menggunakan satu tangan. Ketika lawannya mencoba menebaskan pedang kearah wajahnya, si gadis sedikit menyampingkan badannya. Pun ketika satu serangan lagi dia segera menundukkan badan dan langsung mengait kaki lawan dengan kakinya. Lawannya pun jatuh dengan mulus.
Gadis cantik itu mengangkat sebelah kakinya mencoba menginjak tubuh lawan yang berada di bawah. Tapi, meleset karena lawannya langsung menggulingkan badan menghindarinya. Wajah cantik itu semakin marah saja. Sambil berteriak dia memainkan kedua pedang. Bagai membabi buta dia melawan lelaki yang mulai kewalahan itu. Bahunya tampak berdarah terkena tebasan pedang milik gadis itu. Ketika lawannya jatuh kembali ke tanah si gadis bereteriak sambil mengayunkan pedangnya. Lawannya pun hanya bisa terbelalak seraya melindungi wajahnya dengan tangan kanan. Pedang milik gadis itu semakin dekat. Lelaki di bawahnya hanya bisa menahan nafas. Tapi tiba-tiba... Ting! Seseorang menahan serangannya dengan pedang. Gadis itu menoleh gusar.
“Cukup, Carlint! Apa kau mau membunuhnya, heh?!”
Nafas Carlint terdengar memburu. Dengan pelan dia menarik kembali pedangnya. Dia menundukkan wajah. Keringatnya yang bercucuran jatuh ke tanah. Carlint diam. Pedang yang dipegangnya sedari tadi jatuh.
“Latihan kali ini cukup sampai di sini,” ucap laki-laki separuh baya itu.”Lee, obati luka Dino, dan kau Carlint, ayah ingin bicara denganmu.”
Carlint bungkam.
Ayahnya menghela nafas.”Apa yang kau lakukan tadi, Carlint? Kau hampir saja membunuhnya! Kalau sampai ayah tidak menahan seranganmu, mungkin dia sudah tewas karena ulahmu. Ada apa denganmu, Carlint? Kenapa kau jadi membabi buta begitu, heh?”
Carlint tetap bungkam.
“Carlint, jawab pertanyaan ayah!”
Gadis cantik itu mengangkat wajahnya secara pelan. Tapi dia tetap tidak bersuara. Kedua tangannya mengepal kuat.
“Kenapa kau jadi seperti ini, Carlint? Jawab! Apakah semenjak kau tinggal di tempat nenekmu dulu ada yang melarang untuk menjawab pertanyaan orang tua, heh?” ayahnya semakin marah.”Carlint..!”
“Aku lelah, ayah. Aku ingin sendiri dulu,” jawab Carlint pelan sambil membalikkan badan.
“Sejak kapan kau berani mengacuhkan ayahmu?!”
“Ayah, tolong jangan paksa aku,” pintanya lemas. Carlint melangkah gontai. Tapi langkahnya terhenti mendengar perkataan ayahnya lagi.
“Apakah karena Cat kau jadi begini, Carlint? Benar begitu?” Carlint terkejut.”Ayah mengerti bagaimana perasaanmu. Kita semua juga merasa kehilangan. Apalagi ayah adalah orang tua kandungnya. Tapi kita semua juga tahu di dalam sebuah kehidupan pasti ada pertemuan dan perpisahan. Kita harus merelakan kepergiannya walaupun itu sangat sulit. Apalagi kau pernah kehilangan nenek dulu. Seharusnya kau bisa lebih tegar menghadapi kenyataan ini.”
Mata Carlint berkaca-kaca.”Saat nenek meninggal dulu itu murni karena penyakit yang dideritanya. Tapi kematian Cat berbeda dengan nenek! Cat tewas dalam kecelakaan dan aku masih belum rela dia pergi, ayah. Aku merasa kematian Cat tidak wajar. Pasti wanita itu yang telah membuat Cat tewas dalam kecelakaan!” air mata Carlint mengalir deras.”Aku tidak akan tinggal diam sementara wanita sialan itu hidup dengan tenang. Aku akan mencarinya dan membawanya ke tempat Cat beristirahat selama-lamanya untuk meminta maaf. Kalau perlu aku juga akan menghabisinya dengan tanganku ini. Biar dia tahu bagaimana sakitnya Cat.”
“Carlint...!”
“ayah, apakah ayah sama sekali tidak mendengar kabar bahwa Cat tewas karena dia telah dikhianati kekasiihnya sendiri. Setelah tahu kekasihnya mendua Cat mengendarai mobil kebut-kebutan. Sampai ketika sebuah truk menghadangnya di tikungan jalan. Kejadian itu pun tidak dapat terelakkan. Cat tewas,” ucap Carlint bergetar.”Wanita sialan itu meninggalkannya setelah Cat benar-benar membutuhkannya. Ayah dengar sendiri kan kalau dia pernah berkata akan memperkenalkan kekasihnya pada ayah dan ibu? Cat sangat mencintainy, ayah. Ini kali pertama dia jatuh cinta. Tapi dia harus dia dikhianati oleh wanita sialan itu! Aku tidak akan tinggal diam begitu saja. Aku akan mencarinya.” Carlint mengepalkan tangan kuat-kuat.
“Carllint...!”
“Kenapa ayah tidak melakukan sesuatu? Cat tewas karena wanita itu. Ayah harus membalasnya. Ayah jangan tinggal diam saja!”
“Carlint, dengarkan ayah!” tegas ayahnya.”Cat tewas murni karena kecelakaan, bukan karena wanita itu. Kau mengerti?”
Carlint tertegun.”Kalau ayah tidak melakukan sesuatu biar aku yang melakukannya.” Carlint bergegas pergi sambil menghapus air matanya. Dibiarkannya pakaian yang sudah basah kuyub itu tetap melekat di tubuhnya yang semampai. Dengan sigap Carlint menaiki motor besarnya. Beberapa menit kemudian hanya kepulan asap saja yang tersisa.
“Carlint...!” panggil ayahnya.
Gadis putih itu mengebut sepanjang jalan. Beberapa buah mobil yang melaju telah dibalapnya habis. Para pengemudi pun memaki-maki tidak karuan. Carlint tidak peduli. Dia harus ke rumah itu! Carlint tahu rumah wanita itu dari teman kakaknya. Gadis cantik itu menahan rasa amarahnya.
Erika. Ya, nama wanita itu adalah Erika. Cat sering membicarakannya. Tapi jujur Carlint belum pernah bertemu secara langsung dengan wajah kekasih kakaknya itu. Carlint berhenti tepat di depan sebuah rumah megah. Sambil meletakkan helm di atas motor besarnya dia melangkah ke rumah itu. Tapi tiba-tiba seorang satpam menahannya sambil bertolak pinggang. Carlint menatapnya dingin.
“Jangan main masuk saja, nona. Memangnya sudah ada janji, heh?”
Carlint membuang wajah seraya tersenyum sinis. Tanpa mempedulikan pertanyaan satpam itu lantas dia melangkah santai.
“Hei, aku sedang bertanya padamu!” ucap satpam sambil memegang pundaknya.
Carlint berhenti dan menghela nafas  kesal. Dengan cepat dia menangkap tangan itu yang berada di pundaknya. Beberapa saat kemudian si satpam meringis kesakitan karena tangannya dipelintir. Carlint mendorong tubuh si satpam hingga jatuh. Tatapannya dingin.
“Aku paling tidak suka disentuh!” ucapnya angker.
Carlint kembali melangkah. Kemudian berhenti beberapa meter dri pintu utama.
“Erika, keluar kau!” teriak Carlint keras.”Jangan bersembunyi dariku!”
Tidak ada sahutan dari dalam. Carlint mengepalkan tangan. Diambilnya sebuah batu lumayan besar. Dengan gusar dilemparnya kearah kaca. Praaang...! kaca pecah berantakkan.
“Kalau kau tidak mau keluar, aku akan pecahkan kaca yang berikutnya!” gadis cantik itu bersiap-siap hendak melempar, tapi seorang wanita separuh baya tampak membuka pintu sambil melotot. Carlint membuang batu itu.
“Berani sekali kau berteriak di depan rumah orang. Kau tahu sekarang tengah berhadapan dengan siapa, heh?!” makinya sambil bertolak pinggang.
Carlint melangkah masuk ke dalam rumah. Tidak dihiraukannya tatapan wanita itu.”Aku sedang  mencari Erika. Erika, keluarlah!”
“Ada apa kau mencari anakku?”
Carlint menoleh kearah wanita separuh baya. Ditatapnya dengan wajah seangker mungkin.”Aku ingin dia bertanggung jawab atas kematian kakakku. Karena dia lah kakakku tewas dalam kecelakaan! Jadi, keluarkan Erika atau aku hancurkan semua isi rumahmu, nyonya.”

“Erika tidak ada di sini. Sekararang dia sedang pergi dengan calon tunangannya,” ucap wanita itu.”Jadi, lebih baik kau pergi dari rumahku!”
Carlint tersenyum sinis.”Apa kau mau aku merusak semua barang-barangmu, nyonya?”
“Kau, apa maumu, heh?”
“Aku ingin bertemu dengan Erika! Apa kau mengerti, heh?! Aku ingin dia bertanggung jawab atas kematian kakakku. Aku ingin dia minta maaf pada kakakku sekarang juga. Erika, keluarlah!” teriaknya lagi.
“Kakakmu? Memangnya siapa kakakmu? Erika sama sekali tidak pernah berbuat salah pada siapa pun!”
“Kakakku adalah kekasih anakmu. Namanya Cat. Mereka sudah lama berhubungan. Dua tahun. Tapi, kenapa dia telah mengkhianati kakakku?! Apa kau tahu, kakakku sangat mencintai anakmu, heh? Kenapa , kenapa dia justru berhubungan dengan lelaki lain dan melukai perasaan kakakku!” Carlint mengepalkan tangan kuat-kuat.
“Ohh..jadi kakakmu adalah si penjahat itu rupanya.” Carlint terkejut.”Memang sudah sepantasnya dia mati. Penjahat seperti dia memang pantas dimusnahkan. Aku sangat bersyukur Erika memutuskan hubungan dengannya. Lagipula siapa yang mau memiliki kekasih seperti dia. Anak seorang ketua mafia.” Wanita setengah baya itu tersenyum sinis.
“Hei...!” Carlint berteriak marah. Tanpa diperintahkan Carlint pun langsung mencekik wanita setengah baya itu.”Jangan sekali-kali menghina kakakku! Kakakku bukanlah seorang penjahat! Kalau kau mengatakannya sekali lagi kau akan kubunuh!”
Wanita separuh baya itu tampak tidak kuasa melepaskan tangan Carlint yang dengan kuat  mencekiknya. Dia tampak tidak bisa bernafas. Beberapa orang pengawalnya datang dan mencoba menarik Carlint. Tapi gadis cantik itu tidak mau melepaskannya.
“Tahu apa kau tentang kakakku, heh?! Kau bukan siapa-siapa. Asal kau tahu saja, dia sama sekali tidak pernah meminta dilahirkan dari keluarga mafia! Dia pun ingin hidup normal seperti lainnya. Dan asal kau kau tahu lagi, selama ini dia tidak pernah berbuat jahat sedikitpun. Jadi, jangan katakan dia seorang penjahat! Dasar wanita berengsek!” Carlint melepaskan tangannya dari wanita itu. Dengan sekali sentakan beberapa pengawal tersebut mundur secara teratur. Carlint mengatur nafasnya.
Wanita separuh baya itu terbatuk-batuk. Wajahnya pucat pasi. Dia memegangi lehernya yang merah.
“Aku bisa saja melakukannya lebih dari apa yang telah kuperbuat padamu, nyonya. Jadi, jangan macam-macam denganku. Masih untung kau kubiarkan hidup. Tapi lain kali, jangan harap!” Carlint membalikkan badan untuk pulang. Dia melangkah santai,”Oya, nyonya, katakan pada anakmu kalau aku datang mencarinya. Katakan juga padanya, selama aku masih bernafas dia tidak akan pernah merasa tenang sebelum minta maaf pada kakakku! Kau mengerti, nyonya? Jangan sungkan-sungkan ya... Sampai jumpa!” Carlint kembali melangkah santai. Tapi sebelum itu disenggolnya sebuah guci besar dekat pintu.
Praaang..!
Carlint melambaikan tangan dan menghilang di balik pintu. Bersamaan dengan itu ibu Erika jatuh pingsan.
Sementara itu seorang wanita tengah menatap kepergian Carlint dari jendela atas. Dia menggumam kecil seraya menyentuh kaca. Erika membuang wajahnya. Hatinya tiba-tiba terasa sakit.
Ö
Beberapa puluh pasang mata menatap takjub ketika seorang pengendara motor mencoba menyalip sebuah truk besar yang berkecepatan tinggi. Di antara mereka tidak ada yang mau mengalah. Sampai akhirnya Carlint tersenyum sinis melihat truk itu mulai menjauh di belakangnya. Dia menambah kecepatan. Tepat berada di depan sebuah rumah megah Carlint memberhentikan motor besarnya. Terdengar suara dencitan.
Gadis itu melangkah pasti menuju rumah. Sambil melemparkan kunci kontak dan helm pada dua orang pengawal yang menyambutnya dia berlalu dengan wajah dingin. Baru saja Carlint hendak naik ke lantai dua, sebuah suara berat menghentikannya. Dia membalikkan badan tanpa menatap lawan bicaranya.
“Dari mana saja kau?”
“Aku sudah bilang kan, ayah. Aku tidak akan tinggal diam. Jika ayah tidak melakukan sesuatu, biar aku yang melakukannya. Aku baru saja datang ke rumah wanita sialan itu! Aku memecahkan kaca dan guci milik wanita itu. Aku juga hampir membunuh ibunya, karena dia telah menghina kakak, ayah. Apa ayah pikir aku akan membiarkan dia menghina kakak dan keluargaku begitu saja? Tidak, ayah,” ucap Carlint berapi-api.
“Tapi kau tidak perlu datang ke tempat itu sendiri! Ayah tidak ingin kau terluka. Kalau memang dia lah penyebab kematian Cat, ayah bisa melakukannya sendiri tanpa bantuanmu. Jangan pikir ayah hanya tinggal diam saja mendengar kabar itu. Ayah hanya butuh waktu untuk merencanakan sesuatu!” tegas ayahnya marah.
“Merencanakan apa, ayah? Ayah hanya bisa diam dan menutup mata, ayah bilang merencanakan sesuatu?” tukas Carlint masih berapi-api.”Aku tidak butuh bantuan pengawal untuk membereskan masalah ini. Aku ingin aku sendiri yang menanganinya!”
“Apa kau tahu akibat yang kau perbuat itu, heh? Ayah tidak ingin kau terluka, Carlint. Ayah tidak ingin mereka sampai tahu siapa kau sebenarnya. Kau pasti tahu apa yang dimaksud dengan ‘mereka’. Mereka adalah musuh besar ayah. Kalau mereka sampai tahu siapa calon pemimpin baru ini, mereka pasti akan melakukan sesuatu. Ayah tidak ingin mereka melukaimu, Carlint,” ucap ayahnya sambil menghela nafas.”Ayah sudah berjanji kepada nenekmu untuk menjagamu. Beliau awalnya tidak setuju apabila ayah mendidikmu kerena nenekmu menganggap ayah seorang penjahat. Tapi sebelum meninggal akhirnya beliau setuju menyerahkan semuanya kepada ayah. Asal kau tahu saja, ayah tidak akan mengijinkanmu untuk terjun langsung dalam menangani masalah. Kau hanya boleh memerintah dan tinggal di rumah. Biarkan semua yang menangani anak buah. Ayah tidak ingin kau berbuat jahat, Carlint.”
“Sama saja, kan? Walaupun aku tidak terjun langsung dalam menangani masalah, tapi secara tidak langsung aku telah berbuat jahat. Lagipula semua atas perintahku kan, ayah?” Carlint tersenyum sinis.”Lambat laun mereka juga akan tahu siapa aku sebenarnya. Jadi, untuk apa aku menutupi identitasku. Ayah sendiri kan yang menginginkan aku menjadi seorang pemimpin? Berarti aku berhak berbuat sesuka hatiku. Termasuk dalam hal membunuh orang.”
Ayahnya terkejut.”Carlint...!”
Carlint membuang wajah.”Seorang ketua mafia tidak mungkin tinggal diam saja melihat anak buahnya. Dan di dalam kehidupan mafia tidak mungkin biasa-biasa saja. Aku juga ingin seperti yang lainnya, ayah. Bagaimana rasanya mabuk-mabukkan, memakai obat terlarang atau membunuh orang. Kurasa itu semua cukup menyenangkan.”
“Carlint! Sejak kapan kau berani mengatakan semua itu kepada ayahmu ini, heh?! Ayah tidak akan membiarkanmu melakukan itu semua!”
Carlint tersenyum sinis.”Bukankah ayah sendiri yang menginginkannya? Ayah menginginkan aku menjadi ketua mafia, berarti aku berhak melakukan semua itu. Tidak ada yang bisa melarangnya, begitu juga dengan ayah.”
Plak! Sebuah tangan mendarat di pipi Carlint cukup keras. Carlint terkejut bukan main. Ayahnya telah menampar wajahnya! Gadis itu tertegun sambil memegang pipinya yang terasa sakit. Matanya berkaca-kaca.
“Ayah...!” air mata Carlint mengalir lembut. Dengan segera dia pergi ke kamarnya. Tidak lama kemudian terdengar suara deguman pintu dari atas.
Tuan Ray hanya terpaku sambil menatap tangan yang telah menampar wajah anak gadisnya. Dia menoleh ketika sebuah sentuhan di pundaknya. Nyonya Ray menggeleng pelan.
Di dalam sebuah kamar yang cukup luas seorang gadis cantik tengah menangis seraya memeluk lutut di belakang daun pintu. Air matanya terus mengalir. Carlint menggigit bibir bawahnya. Hatinya benar-benar sakit. Tiba-tiba dia bangkit sambil menyusut air mata. Dengan gontai dia melangkah menuju kamar sebelah. Kamar Cat, kakaknya.
Carlint membuka pintu kamar secara perlahan. Masuk dan duduk di sudut tempat tidur yang bersepreikan warna biru. Warna kesukaan kakaknya. Mengambil sebuah bingkai foto yang bergambarkan seorang lelaki tampan dengan tawa lebarnya. Carlint meraba wajah itu seraya menggumam kecil. Air matanya kembali mengalir.
“Kak..,” ucap Carlint pelan.”Apa kau mendengarku? Aku sangat kesepian, kak. Kenapa kau pergi meninggalkanku begitu cepat? Kau kan sudah berjanji akan melindungiku dan bersamaku sampai kapan pun. Kau ingat, kan? Tapi kenapa kau mengingkarinya, kak! Kau berbohong padaku. Aku benci padamu!” lanjut Carlint di tengah tangisnya.”Aku ingin kau menemaniku ke pantai lagi. Apa kau ingat, setiap aku dimarahi ayah kau selalu mengajakku ke pantai. Kau tidak pernah bosan mengajakku, dan aku baru saja ditampar ayah, kak. Ayo, ajak aku ke pantai, kak. Kakak jangan tinggal diam saja! Katakan sesuatu, kak!” Carlint menangis tersedu-sedu. Air matanya menetes di foto Cat.
“Kak, apakah aku salah apabila aku ingin membalaskan dendammu? Apakah aku salah apabila aku ingin membela orang yang kusayangi? Apakah aku harus tinggal diam saja sementara dia bersenang-senang di atas penderitaan kita? Tidak kan, kak?” Carlint menghapus air matanya.”Kak, jangan tinggalkan aku sendiri. Siapa lagi orang yang selalu membuatku tertawa? Siapa lagi orang yang selalu bisa mengajakku ke pantai kalau aku dimarahi ayah? Siapa, kak Siapa?” Carlint tidak sanggup lagi berkata-kata. Dia memejamkan mata.
“Bagaimana, apa kau sudah merasa baikan?” tanya Cat seraya memeluk leher Carlint dengan sebelah tangan.
Carlint tersenyum kecut.”Aku heran, kenapa kau selalu mengajakku ke pantai apabila aku sedang  bersedih? Apa tidak ada tempat yang lain?”
Cat menghela nafas.”Pantai adalah tempat yang indah. Di sini lah biasanya aku duduk sendiri memandang langit sore hari dan ombak yang bergulung-gulung. Coba saja kau pandangi, pasti perasaanmu akan tenang.”
Carlint menurut. Dia meghela nafas panjang.”Ya, sedikit...”
“Jadi, jangan bersedih lagi ya. Kalau kau sedih, aku akan ikut sedih juga. Kau kan adalah adikku yang paling tomboy dan paling kusayangi. Kalau aku melihatmu menangis seperti tadi aku jadi tidak enak. Ayo, tersenyum lah!” Cat mendorong kepala Carlint dengan kepalanya.”Ucapan ayah tidak usah kau masukkan dalam hati. Sebenarnya dia hanya ingin anak gadisnya ceria, bahagia atau tertawa. Setelah nenek meninggal kau selalu murung. Ayah dan ibu jadi serba salah. Apa kau mau selamanya tinggal di tempat nenek? Apa kau tidak mau pulang ke rumah orang tua kandung sendiri, heh?”
Carlint diam.
“Sejahat apapun orang tua kita, senista apa pun pekerjaan orang tua kita, kita tidak boleh membenci mereka. Aku yakin mereka punya alasan tersendiri. Percaya lah, Carlint..,” Cat memandang laut sambil mengehela nafas panjang.”Orang tua patut kita hormati setelah Allah swt. Apa kau mengerti?”
Carlint menoleh kearah kakaknya. Kenapa tiba-tiba kakak berkata begitu? Aneh. Padahal, selama ini dia tidak pernah mengungkit-ungkit masalah Tuhan, batin Carlint.
“Allah mempunyai jalan sendiri yang terbaik bagi umat-Nya. Jadi, jangan menyesali semua ini. Masih beruntung kita mempunyai mereka... Karena mereka lah kita ada di dunia ini.”
“Kenapa kakak tiba-tiba berubah begini..?”
“Hei, seharusnya kau bangga kakakmu sekarang telah berubah,” Cat pura-pura marah. Tapi kemudian dia terdiam sesaat.”Entahlah. mungkin sudah saatnya aku begini. Apa kau tahu, Carlint, seandainya aku boleh memilih, aku tidak ingin dilahirkan dari keluraga mafia. Tapi ternyata Allah swt berkehendak lain. Tidak, aku tidak menyesal hidup bersama mereka. Aku bahkan sangat bangga punya orang tua seperti mereka. Yah, tapi terkadang aku juga ingin suasana baru. Aku ingin sedetik saja hidup normal tanpa perkelahian, persaingan dll seperti lainnya...”
Carlint diam mendengarkan penuh.
“Aku ingin sekali menjalani hidup ini dengan normal. Kuliah, kerja dan jatuh cinta. Hah, rasanya aku  ingin pergi saja dari dunia ini...”
“Kakak!”
Cat menoleh.”Oya, apakah kau pernah jatuh cinta? Ohh, pasti! Jangan-jangan kau sudah punya kekasih tanpa sepengetahuanku, ya? Siapa orangnya? Pasti tampan seperti kakaknya ini. Adikku ini harus punya pasangan yang baik, soleh, penyayang dll. Ayo, katakan siapa!” Cat mendesak sambil tersenyum lebar.
“Aku tidak mau jatuh cinta!” Cat terkejut.”Aku tidak mau menjadi orang bodohseperti kakak. Kerjanya hanya melamun, menghayal atau tersenyum sendiri. Aku tidak mau menjadi orang gila!”
“Heh, itu bukan orang gila namanya! Kalau kau sedang jatuh cinta, perasaan kita pasti berbunga-bunga. Yang ada dalam otak kita ini hanya dia seorang. Cinta mampu membuat kita tampak bodoh dihadapan semua orang. Aku yakin, kau juga akan mengalaminya.”
“Tidak akan!” teriak Carlint sebal.
Cat tertawa sambil mengacak rambut adiknya.”Eh, kalau aku pergi nanti kau lah yang akan menggantikan aku sebagai calon pemimpin, ya? Kau memang pantas mendapatkannya.”
“Kak...!”
“Janji ya?”
Carlint menggeleng kuat.
“Ayo, janji!” Cat mendorong kepala Carlint dengan kepalanya.
“Kakak mau pergi ke mana?”
“Mau mati!” Cat tertawa lebar.
Carlint tersenyum kecut. Ditatapnya wajah tampan itu lekat-lekat. Dia merasa ada yang aneh dari kakaknya akhir-akhir ini. Gaya bicaranya, tatapannya dan sikapnya berbeda. Bahkan Carlint memergoki kakaknya itu sahalat. Carlint menpis pikiran yang bukan-bukan dari kepalanya.
Semua manusia tidak tahu pasti kapan maut menjemputnya. Seperti halnya Cat. Baru saja bercanda-canda dengan keluarga tercinta, malamnya Cat dikabarkan meninggal karena kecelakaan. Kabar itu tentu saja bagaikan petir yang menyambar tiba-tiba. Carlint menangis sejadi-jadinya. Berari-hari dia tidak mau bicara. Carlint pun sempat mogok makan. Wajahnya selalu muram dan sifatnya berubah menjadi gadis dingin dan tidak murah senyum lagi.
“Carlint...!” sebuah suara membuyarkan mimpinya tentang kakaknya. Nyonya Ray mendekat dan duduk didekat anak gadisnya berada.
Carlint menyusut air mata. Dia menundukkan kepalanya sambil terus memeluk foto itu.
Nyonya Ray menatap wajah putih itu seraya menghela nafas.”Apa kau baik-baik saja, Carlint?”
“Seperti yang ibu lihat. Apa aku terlihat baik-baik saja setelah menerima tamparan dari ayah?”
Wanita separuh baya itu diam.”Sebenarnya ayah tidak ingin melakukannya. Dia hanya tidak ingin kau terluka. Apa kau tahu, ayah sudah berjanji pada nenekmu untuk tidak melibatkanmu langsung dalam permasalahan seperti berkelahi. Sejak umur tiga tahun kau sudah tinggal bersama nenek sampai delapan tahun. Awalnya kami tidak setuju kau berpisah dari kami. Tapi ibu sadar, semua yang nenekmu lakukan adalah untuk kebaikanmu. Dia tidak ingin kau terpengaruh oleh ayahmu...”
Carlint bungkam.
“Apa kau bisa merasakan bagaimana rasanya berpisah dengan anak gadis satu-satunya begitu lama? Wajar saja jika ayah ingin kau tetap menjadi gadis baik yang terbebas dari perkelahian, mabuk-mabukkan, obat terlarang dan sebagaiya. Ayah sangat menyayangimu, Carlint. Apa kau tahu itu?”
Carlint tetap bungkam.
“Masalah tentang Cat biarkan ayahmu yang mengatasinya,” ucap Nyonya Ray.”Lebih baik sekarang kau pergi makan. Kau belum makan, kan?”
Carlint menggeleng.”Aku tidak lapar, bu...”
Nyonya Ray menghela nafas.”Kalau kau tidak makan, Cat pasti marah. Dia paling tidak suka apabila kau telat makan, kan? Dia tahu kau punya penyakit maag.”
Carlint mengangkat wajahnya menatap ibunya yang tersenyum lembut. Matanya berkaca-kaca. Ingin rasanya dia menghambur kepelukkan wanita terkasih itu, tapi dia urungkan niatnya. Dia hanya menoleh kearah foto bergambarkan dirinya dan Cat yang terpajang di meja belajar milik kakaknya.

To be continued..

You May Also Like

0 comments

Leave a comment here n let's be friend :)
(follow for follow)