MEDIA SOSIAL
Zaman telah berubah. I mean, dunia masih seperti dulu
tapi penghuninya lah yang telah memoles sana sini hingga sekarang begitu
berbeda dari tahun – tahun terdahulu. Percaya deh walaupun aku dibesarin tanpa
gadget dan mainan yang selalu dimainkan cukup duduk atau baring – baring manis,
tapi aku benar – benar bahagia pada saat itu. Semua dilakukan diluar rumah;
main saman, main lompat tali, main rumah – rumahan n finally main di selokan
(yang ini kebangetan hehehe). Namun, semua kegiatan tersebut ternyata membuat
anak – anak yang terlahir di tahun 90-an ke bawah tumbuh menjadi anak yang
sehat dan punya jiwa sosial yang lumayan tinggi juga lho.
Tanpa menghujat siapa pun aku sangat menyesali
pertumbuhan anak – anak jaman sekarang. Mereka lebih semangat main di gadget,
ketawa ngakak ketika berbalas – balasan chat di jejaring sosial atau mengumpat
– ngumpat kesal ketika game yang dibawakan game over. Kesenangan mereka yang
sesungguhnya telah direnggut oleh benda yang disebut gadget, PSP dan
sebagainya. Seandainya aja mereka tahu ada lebih banyak permainan yang mampu
melatih fisik dan jiwa sosial mereka lebih baik lagi, yaitu main diluar bersama
teman – teman tetangga. Sekarang ini mereka lebih tertarik untuk melakukan
kegiatan yang praktis tanpa perlu keluar peluh. Yeah, ini juga didukung oleh
lingkungan keluarga. Kalau orang tua si anak membiarkan kegiatan ini berangsur
– angsur hingga dewasa, maka si anak akan kurang dekat ama orang tua. Coba aja
deh kasih smartphone ke adik, anak, cucu atau yang bisa dibilang masih anak
kecil deh pastilah mereka kegirangan n akhirnya hanyut dalam dunianya sendiri
yang sebenarnya gak melibatkan orang – orang sekitar. For temporary it’s ok
lah, tapi lama kelamaan bikin jengkel juga kalau dipanggil suka gak nyahut.
Mereka terlalu terlena dengan kegiatan barunya. Interaksi terhadap anak dan
orang tua pun lama – lama bisa menipis cuman gara – gara smartphone doank.
Pesan apa sih yang pengen aku sampaikan disini?
Well, ternyata dampak berseluncur di media sosial
cukup bahaya juga lho. Bisa lupa diri, lupa pasangan hingga lupa nyari pasangan
hidup, jadilah jomblo selamanya *lho. N parahnya ada seuah kasus yang
mengatakan bahwa seorang pemuda meninggal hanya karena keasyikan main game jadi
lupa diri hingga gak makan berhari – hari lamanya. Kejadian ini bukan isapan
jempol doank lho ya. Bahkan dulunya si Popeye alias suamiku sekarang adalah
gamer sejati (ngakunya) yang menghabiskan waktu berhari – hari gak tidur n
makan. Dia malah asyik menuntaskan permainan di PC hanya untuk memuaskan hasrat
game-nya. Lain lagi ama suami temenku, walaupun si istri di samping tapi
suaminya asyik sendiri main hp atau game. Kelakuannya ini dari masa – masa
pacaran sampai menikah n punya anak lho, guys. Jadilah dia sering curhat
masalah pasangannya yang kelewatan kalau sudah main game.
Hal ini yang mendorong WHO (World Health Organisation)
mengeluarkan statmen bahwa orang yang kecanduan bermain game punya gangguan
mental. Istilah Compulsive Gaming ini pun melekat pada mereka yang punya
kebiasaan gak bisa lepas dari game. Ini yang mengingatkan kita kembali bahwa
sesuatu yang berlebihan ternyata bukanlah hal yang positif untuk terus
ditekuni. Kesehatan atau bahkan hubungan keluarga pun bisa renggang jika kamu
terlalu sibuk dengan dunia maya, guys.
Sempat Punya Kenalan Gara – Gara Media Sosial
Dulu waktu jaman facebook masih naik – naiknya aku
punya temen kenalan. Cowok. Emang gak pernah kenal sebelumnya sih. Lagian saat
itu aku juga baru punya akun fb, masih barulah di dunia maya itu. Istilah kenal
gak kenal pun bukan kendala untuk selalu confirm atau add temen baru. Yang
penting banyak temen, setidaknya bisa nyaingin temen – temen yang udah lumayan
lama di fb. Kalau begitu kan bisa ngaruh juga dengan like jempol mereka ke
postingan kita nanti. Well, itu yang ada dipikiran aku dulu. Jumlah temen di fb
selalu menjadi prioritas, karena bisa menentukan keren atau tidaknya kamu di
dunia maya tersebut. Biarpun gak kenal ama mereka, biarpun juga gak pernah
tegur sapa ama mereka. Yang penting add terus dah. N finally akibat keseringan
ngelike status orang aku bisa kenalan ama satu cowok lumayan cakep. Cuman buat
temenan n dijadikan bahan obrolan ama temen – temen kost ntar. Padahal, saat
itu aku juga punya cowok lho cuman cowokku saat itu sok sibuk dengan kegiatan
kampusnya. Jadilah si cowok medsos ini jadi temen kenalan yang lumayan menguntungkan
(iish, ternyata licik juga ya aku dulunya haaha).
Si temen medsos ini ngajak untuk hang out. Yeah,
walaupun cuman sekadar nemenin doi potong rambut doank. Ngeliat jadwalku yang
banyak kosongnya setelah jam mata kuliah, akhirnya aku pun mengiyakan donk.
Lumayan diajak jalan – jalan, daripada jadi penghuni kost melulu kata temen –
temen. Alhamdulillah aku kenal ama cowok medsos yang bener – bener baik
hatinya, gak punya niat apa – apa selain cuman temenan. Kagak ganjen. Apa
adanya. Setelah nemenin doi aku pun dipulangkan ke orang tuaku *lho, maksudnya
dipulangkan ke kost-an dengan tubuh lengkap dari kepala hingga kaki. Gak ada
yang kurang sedikitpun. Di fb pun kami seperti biasa tegur sapa, gak ada unsur
apa – apa sih. Emang niatnya baik aja.
Tapi gak semua cowok berpikiran sama kaya temen
kenalanku ini, guys. Buktinya masih ada aja yang berniat untuk menipu menjadi
orang baik – baik tapi akhirnya anak orang diperkosa n gak dipulangin ke
rumahnya. Bahkan parahnya nyawa mereka dihilangin cuman gara – gara memuaskan
hasrat.
Beruntungnya aku yang dulunya jadi anak perantauan
selalu dapat temen – temen yang emang baik. Gak punya niatan untuk jerumusin ke
lubang hitam. Bahkan hampir semua dari mereka juga masih polos. Yeah, meskipun
polos – polosnya mereka juga bisa pacaran. Hahahaha. But well I was so lucky.
Kangen deh ama mereka.
Buku vs Internet
Banyak dari mereka yang bukan pembaca baik ternyata
dengan adanya internet membuat mereka menjadi pembaca aktif. Ini akibat
internet telah menggoda mereka dengan kepraktisan. Cukup modal kuota atau wifi
gratisan kamu bahkan bisa menjelajahi dunia yang tidak pernah kamu kunjungin
sebelumnya hanya dengan internet. Beda halnya dengan buku; kamu bisa
menjelajahi isinya jika kamu bertandang ke toko buku, perpustakaan daerah atau
mengordernya terlebih dahulu. Ini yang membuat orang – orang malas untuk
membaca buku. Padahal, membaca buku lebih banyak positifnya lho dibandingkan
sekadar baca di internet. Dengan buku kamu bisa hanya terfokus pada satu titik
tanpa terbagi – bagi (ngerti gak sih?). Menelusuri setiap barisan kalimat –
kalimat yang ada di buku ternyata mampu mengurangi kepikunan atau bisa disebut
alzheimer. Bagusnya lagi bisa mengurangi stress, menstimulasi mental,
memperkaya kosa kata, meningkatkan konsentrasi, melatih keterampilan dan
menganalisa dan masih banyak lagi deh.
Memang sih internet juga memperkaya pengetahuan kita
akan sesuatu. Bahkan bisa dibilang lebih, tapi sadar gak sih ternyata sinar
biru yang menerpa mata kita bisa berdampak buruk bagi kesehatan? Apalagi
paparan sinarnya sampai berjam – jam lamanya.
Well, semoga kita menjadi orang yang bijak dalam
menggunakan akun jejaring sosial ya. Bijak dalam berkomentar dan
mempublikasikan setiap jengkal kehidupan pribadi kita. Ada beberapa hadis Al
quran yang mengatakan bahwa:
“Setiap umatku mendapatkan pemaafan, kecuali orang –
orang yang menceritakan (aibnya sendiri). Sesungguhnya di antara perbuatan
menceritakan aib sendiri adalah seseorang yang melakukan perbuatan (dosa) di
malam hari dan sudah ditutupi oleh Allah swt kemudian di pagi harinya dia
sendiri membuka yang ditutupi Allah itu (HR. Bukhari dan Muslim)”
Hadis ini mengingatkan kita bahwa jangan terlalu
terbuka pada dunia medsos. Apa – apa harus upload, apa – apa harus pasang status.
Akan lebih baik jika kehidupan pribadi kita hanya kita dan Allah swt saja yang
tahu. Gak perlu ngumbar sana – sini, guys. Mungkin inilah yang membuat aku
untuk gak selalu pasang status setiap waktu. Kalaupun pasang status ya cuman
sekadar motivasi diri sendiri jadi lebih baik.
0 comments
Leave a comment here n let's be friend :)
(follow for follow)